Peran Guru (Kiai) dengan menggunakan metode belajar EDU-BILLS dalam membentuk karakter santri tuna netra





Oleh: Muhammad Wahyu ‘Arif
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) 
 


Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mempunyai ciri khas warganya berkarakter religius, mandiri, ramah, tenggang rasa, serta saling tolong-menolong. Namun, gencarnya arus global tanpa disertai adanya filter, mengakibatkan terbawa arus kebebasan dan indivudualisme yang berdampak langsung terhadap menurunnya  kualitas  moral dan karakter bangsa.  Adanya  penurunan  kualitas  moral  bangsa  saat  ini,  dicirikan dengan maraknya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), terjadinya konflik (antar etnis, agama, politis, remaja), meningkatnya kriminalitas, menurunnya etos kerja, dan sebagainya (Megawangi, 2004:14).

Di samping itu, menjadi sebuah kewajiban lembaga pendidikan dalam membentuk dan memperbaiki degradasi moral bangsa. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan dan keagaman Islam tertua di Indonesia. Sejak sebelum abad ke-20, pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan formal yang dapat ditemukan di wilayah pulau Jawa, dan juga hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Berdasarkan data statistik Kementrian Agama tahun 2010-2011 jumlah Pondok Pesantren di seluruh Indonesia mencapai 27.218 yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam kurikulum pengajian pembelajaran kitab kuning merupakan kewajiban bagi santri untuk mempelajarinya, baik dengan metode sorogan, bandongan, halaqoh maupun hafalan. Karena melalui kitab kuning, santri dapat menambah kapasitas intelektual keilmuan dan membangun karakternya. Pendidikan karakter di pesantren lebih efektif dibandingkan dengan pendidikan karakter di persekolahan karena dilaksanakan secara holistik dengan menyeimbangkan pengembangan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik (Sauri, 2011).

Namun, di lain sisi banyaknya jumlah pesantren tidak diimbangi dengan penyediaan fasilitas khusus santri tunanetra. Padahal jumlah tunanetra di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 3,5 juta jiwa atau sebanyak jumlah penduduk Singapura dan lebih dari 90.000 diantaranya masih anak-anak atau remaja. Survey Indra Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993–1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia 1,5%, paling tinggi di Asia dibandingkan dengan Bangladesh 1%, India 0,7%, dan Thailand 0,3%. Dan berdasarkan WHO setidaknya terdapat 40–45 juta penderita kebutaan (cacat netra) di seluruh dunia yang mana pertahunnya tidak kurang dari 7 juta orang mengalami kebutaan atau permenitnya terdapat satu penduduk bumi menjadi buta dan per orang mengalami kebutaan perduabelas menit dan ironisnya, negara miskinlah yang kebanyakan penduduknya mengalami kebutaan dan gangguan penglihatan, yaitu sekitar 90%. Jika kondisi ini dibiarkan tanpa aksi yang nyata, maka WHO memperhitungkan pada tahun 2020 mendatang jumlah penduduk buta dunia akan mencapai 2 kali lipat, kira-kira 80–90 juta orang. Dan ironisnya, masyarakat Indonesia berkecenderungan menderita 15 tahun lebih cepat dibandingkan penderita di daerah subtropis.

Berdasarkan latar belakang tersebut, guru mempunyai peranan penting dalam membentuk karakter dan intelektual cerdas tunanetra. Salah satu cara pembentukkan karakter tunanetra adalah melalui penyediaaan fasilitas pembelajaran dengan memperkuat melalui pendidikan pesantren. Maka dari itu, diperlukan sebuah inovasi kitab kuning braille dengan output suara berbasis mikrokontroller AT89S52 (EDU-BILLS) sebagai media pegembangkan karakter melalui keilmuan dalam kitab kuning dan kebiasaan pesantren.

Kitab kuning (turats) merupakan istilah untuk literatur dan referensi Islam dalam bahasa Arab klasik yang meliputi berbagai macam bidang kajian keilmuan. Istilah kitab kuning merupakan sebuah produk pemikiran salafussholeh yang sampai sekarang keilmuan dalam kitabnya masih dikaji di pondok pesantren. Di dunia pemikiran Islam, turats digunakan dalam khazanah intelektual Islam klasik yang diwariskan oleh para pemikir tradisional. Kitab kuning merupakan salah satu sumber rujukan utama dalam pembentukan  karakter para santri, disamping Al-Qur’an dan Al-hadits. Kitab kuning dijadikan sebagai pedoman santri dalam kehidupan sehari-hari. Terutama yang menyangkut masalah hukum ibadah, akhlak (kebiasaan), mu'amalah (hubungan sosial), kejujuran, disiplin, toleransi, dan hidup penuh kesederhanaan. Keteladanan mengenai kejujuran, kesederhanan, kedisiplinan, kesabaran, ketaatan beragama tercermin dari perilaku dan penampilan kiai/pengasuh dan ustadznya. Kajian keilmuan di dalam kitab kuning meliputi berbagai bidang studi Islam, seperti Al-Qur’an, Tafsir, Ilmu Tafsir, Hadits, Ilmu Hadits, Fiqih, Ushul Fiqh, Tauhid, Ilmu Kalam, Nahwu, Shorof, Tarikh, Tasawuf, Akhlaq dan ilmu-ilmu lain yang di tulis oleh para ulama dan intelektual muslim klasik.

Mempelajari kitab kuning merupakan salah satu rukun yang wajib santri di pondok pesantren. Menurut Martin Van Bruinissen kebanyakan kitab arab klasik yang dipelajari di pesantren adalah kitab komentar (syarah) atau matan. Beberapa kitab kuning yang mengandung muatan pendidikan karakter biasanya diajarkan kiai di pondok pesantren sebagai pelajaran akhlaq (moralitas) dan tasawuf, diantaranya: Ta’limul Muta’allim, Wasaya lil aba wal umm, Akhlaq lil banin wa banat, Irsyadul ‘Ibad, dan Nashoihul ‘Ibad

Pola pendidikan di pesantren sangat relevan digunakan untuk membentuk karakter santri, tunanetra khususnya. Baik sistem pendidikan yang digunakan, metode pembelajaran yang dilaksanakan serta nilai-nilai karakter yang dikembangkan. Melalui pola pendidikan di pesantren, pendidikan karakter dilakukan secara holistik dan berlangsung selama 24 jam. Para kiai dan santri berinteraksi secara nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam membentuk karakter dan kemandirian serta menjalin komunikasi secara terbuka dalam  mempelajari  dan  mendiskusikan  permasalahan dalam kehidupan yang didasarkan atas Al Qur’an dan Hadist serta didukung pada berbagai isi kandungan kitab kuning. Pola pendidikan di pesantren menerapkan prinsip memanusiakan manusia” dalam proses pembelajaran sehingga perlu diterapkan pada sekolah umum. Jika pada pendidikan formal, sekolah lebih berorientasi pada pencapaian akademik dan materi semata, maka di pesantren lebih ditekankan pada pembinaan karakter individual dan keteladanan dari seorang guru kepada peserta didik yang berlangsung 24 jam penuh.

 Kitab Ihya’ ulumiddin dan ta’lim muta’allim merupakan dua kitab yang biasa dijadikan rujukan dalam pembelajaran tasawwuf dan akhlaq guna pembentukan karakter santri. Kitab ta’lim muta’allim biasa diajarkan untuk tingakat wustho (menengah) sedangkan ihya’ untuk tingkatan ulya (tinggi).
Inovasi kitab kuning braille dengan output suara (EDU-BILLS) memberikan sebuah kontribusi besar dan kesempatan bagi santri tunanetra untuk mendapatkan kesamaan hak dalam pembelajaran kitab kuning. Dengan kitab kuning braille yang dilengkapi suara memungkinkan santri tunanetra mengakses rujukan keilmuan dalam bentuk huruf braille dan suara. Karena tunanetra dapat mengakses segala informasi hanya melalui indera perabaan dan pendengarannya. Apabila kedua indera dioptimalkan akan memberikan dampak signifikan dalam memori tunanetra.

Pada dasarnya media ini merupakan sebuah kitab kuning braille yang dilengkapi dengan output suara untuk mempermudah media pembelajaran dan penanaman karakter dengan kitab kuning. Selain sistem braille, tunanetra dibantu dengan suara yang disambungkan ke headset. Apabila tombol pada papan yang berada di samping syarah EDU-BILLS ditekan dapat mengeluarkan suara sesuai dengan dengan halaman yang dipilih, dengan kata lain setiap tombol dapat diatur mewakili halaman terpilih.

Media pembelajaran ini terdiri dari berbagai bagian, yang pertama adalah tombol yang setiap tombolnya mewakili satu halaman kitab kuning. Selanjutnya unit mikrokontroler AT89S52 yang berfungsi sebagai pemroses inputan tombol yang ditekan dan akan dikeluarkan dalam bentuk suara yang disambungkan dengan headset. Baterai sebagai sumber tegangan listrik, biasanya digunakan 6 volt untuk menjalankan fungsi mikrokontroler, dan kabel sebagai penghubung antara baterai, mikrokontroller dan headset. Beberapa tahap penggunaan EDU-BILLS adalah:

Ø  EDU-BILLS diposisikan sesuai dengan posisi anak tunanetra
Ø  Menghidupkan dengan menekan saklar power dari  off ke on
Ø  Menghubungkan headset pada port output sound
Ø  Mengatur volume sesuai dengan yang dibutuhkan
Ø  Menekan tombol pojok kanan atas (mewakili halaman 1)
Ø  Suara keluar melalui headset

EDU-BILLS sangat membantu santri tunanetra dalam memahami kitab kuning melalui berbagai metode pembelajaran kitab kuning, yaitu sorogan, bandongan, halaqoh, dan hafalan. Kendala lain santri tunanetra dalam memahami kitab kuning braille dikarenakan keterbatasan utama akibat gangguan penglihatan yang dialami oleh santri dengan kelainan penglihatan. Sebagaimana dikemukakan oleh Lowenfeld (1973) yaitu keterbatasan tunanetra dalam hal interaksi dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan. Dengan keterbatasan tersebut diperlukan tiga prinsip utama yang meliputi: (1) pengalaman konkrit, (2) penyatuan antar konsep-konsep, dan (3) belajar sambil melakukan. Adapun langkah-langkah pengkonversian EDU-BILLS adalah sebagai berikut:

Metode pengajaran yang digunakan dalam pembelajaran EDU-BILLS di pesantren dapat diklasifikasikan ke dalam dua jenis: metode individual dan kelompok. Metode individual terdiri dari: sorogan dan hafalan, sedangkan metode kelompok terdiri dari: bandongan dan halaqoh. Dalam imlpementasinya, kedua metode ini sangat membutuhkan peranan guru.

1.      Metode Sorogan adalah pengajian kitab kuning (EDU-BILLS) dengan cara santri secara pribadi membaca kitab kuning dan setoran di hadapan kiai/gurunya. Dan ini tidak dapat terlaksana apabila tidak terdapat guru.
2.      Metode Hafalan adalah kegiatan belajar santri dengan cara santri dituntut menghafalkan teks tertentu/kitab kuning (EDU-BILLS) dan menyetorkannya kepada kiai/gurunya. Dalam hal ini juga, guru memegang peranan penting menerima setoran hafalan santri tunanetra.
3.      Metode Weton atau bandongan adalah pengajian kitab kuning (EDU-BILLS) dengan cara kiai/guru membacakan baik makna, harokatnya beserta penjelasannya. Sedangkan santri mendengarkan dan memaknai dengan makna pegon atau gandhul. Hal ini guru/kiai berperan penting dalam membacakan dan memberikan penjelasan secara merinci menganai makna kandungan kitab kuning tersebut.
4.      Metode Diskusi  (halaqoh), metode ini dimaksudkan sebagai penyajian bahan pelajaran dengan cara santri membahas bersama-sama melalui tukar pendapat tentang suatu topik atau masalah tertentu yang ada dalam kitab kuning (EDU-BILLS), dalam hal ini kiai/guru bertindak sebagai moderator dan penyampai kesimpulan terhadap hasil pembahasan. Halaqoh lebih dikenal dengan istilah Bahtsu Masa’il (pembahasaan masalah-masalah).
Guru memiliki peranan yang penting dalam menyelesaikan permasalahan pendidikan karakter bagi santri tunanetra. Dengan jumlah tunanetra di Indonesia yang sebanding dengan jumlah oenduduk di Singapura menjadi perhatian lebih dalam menangani adanya deskriminasi pendidikan karakter terhadap tunanetra. Dalam implementasi dan pelaksanaannya tidak dapat terlepaskan dari peranan pemuda, diantaranya:
  1. Guru yang memiliki kepekaan tinggi terhadap masalah yang timbul dalam lingkungan sangat dibutuhkan Indonesia dalam tujuannya mencapai Indonesia berkarakter. Masalah sosial lingkungan timbul sejalan dengan perkembangan era globalisasi. Guru memiliki peranan dalam menciptakan solusi berupa inovasi, gagasan kritis dan kreatif EDU-BILLS yang menjadi salah solusi yang dapat diterapkan saat ini.
  2. Selain itu, guru tentu berperan dalam mengkoordinasikan dan menjalin hubungan terhadap pihak-pihak terkait agar inovasi EDU-BILLS dapat diimplikasikan dan diterapkan untuk tunanetra Indonesia.
  3. Guru memegang peranan penting dalam menyosialisasikan terhadap tunanetra mengenai cara penggunaan dan manfaat EDU-BILLS terhadap pembangunan karakter berbasis pesantren.
  4. Dan guru berperan sebagai pendamping, pengajar dan pembimbing dalam pengajaran EDU-BILLS melalui metode pembelajaran individu maupun kelompok.

Dalam implementasi pembuatan dan penerapan EDU-BILLS sebagai media pembelajaran karakter tunanetra Indonesia terdapat beberapa pihak yang terkait di dalamnya, yaitu:

1.      Guru/kiai, dalam implementasi pengajaran EDU-BILLS guru berperan dalam semua metode pengajaran EDU-BILSS bagi santri tunanetra, baik individu maupun kelompok.
2.      Departemen Agama, Direktorat Pondok Pesantren. Sebagai pendamping dalam sosialisasi maupun distribusi EDU-BILLS sebagai inovasi yang tepat dalam mengatasi permasalahan pendidikan karakter bagi tunanetra. Sosisalisasi dilakukan dalam skala lokal dan nasional, yang mana tidak terlepas dari peranan pondok pesantren itu sendiri.
3.      Dosen Fakultas Teknik UNY. Dalam pengkonversian huruf hijaiyah braille perlu digunakan software, dalam hal ini menggunakan software Al-braille yang dimiliki dosen FT UNY.
4.      Mahasiswa Fakultas Teknik UNY. Dalam pengkonverisan bahasa pemrograman dan penambahan sistem mikrokontroller AT89S52bekerja sama dengan mahasiswa Fakultas Teknik UNY. Termasuk dalam perangkaian sistem output suara menggunakan pemroses mikrokomputer mikrokontroller AT89S52.
5.      Asrama Yaketunis (Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam) Yogyakarta. Sebelum inovasi EDU-BILLS diterapkan skala luas, perlu adanya uji kelayakan dan uji coba efektivitas. Sebagai salah satu pesantren di Yogyakarta khusus tunanetra, uji coba EDU-BILLS dilakukan di Yaketunis. Selain itu bekerja sama dalam pencetakan EDU-BILLS melalui printer braille.
6.      Dosen Pembimbing (Pujianto, M.Pd). Dalam pembuatan EDU-BILLS perlu sebuah penyempurnaan melalui himbauan dan pengarahan dosen. Bapak Pujianto, M.Pd merupakan salah satu dosen fisika yang ahli dalam implementasi dan pembuatan EDU-BILLS.


DAFTAR PUSTAKA

Abdallah, Ulil Abshar. 1999. Humanisasi Kitab Kuning: Refleksi Dan Kritik Atas Tradisi Intlektual Pesantren Dalam Pesantren Masa Depan Wacana Pemberdayaan Dan Transformasi Pesantren. Bandung: Pustaka Hidayah.
Abdullah, Munir. 2010. Pendidikan Kalakter. Yogyakarta: Pedagogia.
Arifin, M.  1995. Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Jakarta: Bina Aksara. Asrahah
Bruinessen n, Martin Van. 1995. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Tradisi-tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan Pustaka.
Dhifier, Zamakhsayari. 1996. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai.  Jakarta: LP3ES.
Djatmika,  Rachmat.  1986.  Pandangan  Islam  Tentang  Pendidikan  Luar  Sekolah dalam Pembanguan Pendidikan Dalam Pandangan Islam. Surabaya: IAIN.
Haedari,  Amin. 2005. Masa Depan Pesantren: Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global. Jakarta: IRD Press.
Husna, Sarmidi. Pesantren dan Pendidikan Karakter. makalah disampaikan pada Diskusi Perhimpunan Pengembangan Masyarakat dan Pesantren (P3M) Jakarta.
Indra, Hasbi. 2005. Pesantren Dan Transformasi Sosial.  Jakarta: Penamadai.
Mastuhu.  1994.  Dinamika  Pendidikan  Pesantren:  Suatu  Kajian  Tentang  Unsur Pendidikan Pesantren, Jakarta: Inis.
Mochtar, Affandi. 1999. Tradisi Kitab Kuning: Sebuah Observasi Umum Dalam Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan Dan Transformasi Pesantren. Bandung: Pustaka Hidayah.
Nata Abuddin, dkk. 2002.  Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sauri,   Sofyan.   2011.   Peran   Nilai   Pesantren   Dalam   pendidikan   Karakter. http://berita.upi.edu/2011/05/31, didownload 29 Agustus 2014
Thaha,  M.  Chatib.  1990.  Strategi  Pendidikan  Islam  Dalam  Mengembangkan Manusia Indonesia yang Berkualitas, Yogyakarta: IAIN Walisongo.
Ulya, Inayatul. Membangun Pendidikan Berbasis Karakter. Makalah disampaikan pada Diskusi Dosen STAIMAFA, 28 Januari 2012.
 
BIODATA DIRI
 1.      Nama Lengkap       : Muhammad Wahyu ‘Arif
2.      TTL                       : Bantul, 07 Juli 1995
3.      Alamat                   : Pon.Pes. Krapyak Yayasan Ali Maksum Yk.
4.      Perguruan Tinggi     : Universitas Negeri Yogyakarta
5.      Jurusan/Fakultas     : Kimia/FMIPA
6.      NIM                      : 13307141045
7.      No. Telp/HP          : 089689613574
8.      E-mail                    : wahyuareef27@gmail.com     
 

Artikel ini dibuat dalam rangka mengikuti Lomba Artikel Ilmiah "Peran Guru Dalam Membangun Karakter Bangsa" yang diselenggarakan oleh Generasi Mahasiswa Ilmiah (Gemail) UMN Al-Washliyah

Comments
0 Comments

0 komentar: