Oleh: Faisal
Hidayatullah
Universitas
Negeri Surabaya
Kondisi
kehidupan bangsa masyarakat Indonesia di era reformasi, dilihat dari sisi moral,
mengundang perhatian banyak pihak. Sebagai bangsa yang menganut asas Pancasila,
banyak sekali kejadian-kejadian yang tidak diharapkan terjadi, seperti tawuran
antar warga, tawuran antar pelajar, perbuatan-perbuatan amoral yang terkait
antara lain dengan masalah seksual, narkoba, kecurangan dalam proses pendidikan,
pemalsuan-pemalsuan ijazah dan semacamnya.
Atas dasar kondisi semacam itu, saat ini pemikiran bangsa
Indonesia terkait dengan penyelenggaraan pendidikan terfokus kembali kepada
pentingnya mengangkat masalah pendidikan karakter. Hal itu memang harus
demikian, karena masalah karakter bangsa Indonesia harus dapat menunjukkan jati
diri bangsa yang bermartabat, berkepribadian, ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh
karena itu wajar bahwa semua lembaga penyelenggara pendidikan dan para
pemerhati pendidikan, ramai memikirkannya, bagaimana upaya memperbaiki karakter
bangsa melalui pendidikan karakter tersebut untuk dilaksanakan di
lembaga-lembaga pendidikan.
Sementara ini persepsi tentang pendidikan karakter masih berbeda-beda,
sebagian pandangan menyatakan bahwa pendidikan karakter perlu diadakan secara
monolitik dan dilaksanakan di semua lembaga pendidikan, seperti halnya mata
pelajaran yang lain. Di waktu yang lampau telah dilakukan pendidikan budi pekerti
yang pada dasarnya untuk membina karakter bangsa. Sebagian pandangan yang lain
berpendapat bahwa pendidikan karakter dilaksanakan secara integratif di semua
mata pelajaran dan bahkan secara holistik harus terefleksi dalam bentuk
perilaku kehidupan di lembaga pendidikan.
Di
dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
termuat pernyataan; “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. Pernyataan tersebut semakin menguatkan
pandangan bahwa di dalam proses pendidikan ada proses pembentukan karakter
hasil pendidikan berupa lulusan yang berkarakter.
Dalam
pengembangan karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi yang
strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa digugu dan
ditiru atau menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi
dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas
dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin
siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan
generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu
merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang
harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis,
dan dinamis.
Ada beberapa
strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk memainkan
peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan karakter peserta
didik di sekolah, sebagai berikut.
1. Optimalisasi
peran guru dalam proses pembelajaran. Guru tidak seharusnya menempatkan diri
sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh peserta didik, tetapi guru
seyogyanya berperan sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing,
memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan
dan menemukan sendiri hasil belajarnya.
2. Integrasi
materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran. Guru dituntut untuk
perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter pada
materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. Dalam
hubungannya dengan ini, setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat
diintergrasikan dalam proses pembelajaran.
3. Mengoptimalkan
kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak
mulia. Para guru (pembina program) melalui program pembiasaan diri lebih
mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi
pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada
pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik.
4. Penciptaan
lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter
peserta didik. Lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan
pribadi manusia (peserta didik), baik lingkungan fisik maupun lingkungan
spiritual. Untuk itu sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan
fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang mendukung
kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta didik.
5. Menjalin
kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan
pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah menempatkan
orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber
dalam kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di
sekolah.
6. Menjadi
figur teladan bagi peserta didik. Penerimaan peserta didik terhadap materi
pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sedikit tidak akan bergantng
kepada penerimaan pribadi peserta didik tersevut terhadap pribadi seorang guru.
Ini suatu hal yang sangat manusiawi, dimana seseorang akan selalu berusaha
untuk meniru, mencontoh apa yang disenangi dari model/pigurnya tersebut. Momen
seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara
langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri
pribadi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilai-nilai
karakter tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam subtansi atau materi
pelajaran, tetapi juga pada prosesnya
Dalam uraian
di atas menggambarkan peranan guru dalam pengembangan pendidikan karakter di
sekolah yang berkedudukan sebagai katalisator atau teladan, inspirator,
motivator, dinamisator, dan evaluator. Dalam berperan sebagai katalisator, maka
keteladanan seorang guru merupakan faktor mutlak dalam pengembangan pendidikan
karakter peserta didik yang efektif, karena kedudukannya sebagai figur atau
idola yang digugu dan ditiru oleh peserta didik. Peran sebagai inspirator
berarti seorang guru harus mampu membangkitkan semangat peserta didik untuk
maju mengembangkan potensinya. Peran sebagai motivator, mengandung makna bahwa
setiap guru harus mampu membangkitkan spirit, etos kerja dan potensi yang luar
biasa pada diri peserta didik. Peran sebagai dinamisator, bermakna setiap guru
memiliki kemampuan untuk mendorong peserta didik ke arah pencapaian tujuan
dengan penuh kearifan, kesabaran, cekatan, cerdas dan menjunjung tinggi
spiritualitas. Sedangkan peran guru sebagai evaluator, berarti setiap guru
dituntut untuk mampu dan selalu mengevaluasi sikap atau perilaku diri, dan
metode pembelajaran yang dipakai dalam pengembangan pendidikan karakter peserta
didik, sehingga dapat diketahui tingkat efektivitas, efisiensi, dan
produktivitas programnya.
Dengan
demikian berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks
sistem pendidikan di sekolah untuk mengembangkan pendidikan karakter peserta didik,
guru harus diposisikan atau memposisikan diri pada hakekat yang sebenarnya,
yaitu : a) Guru merupakan pengajar dan pendidik, yang berarti disamping
mentransfer ilmu pengetahuan, juga mendidik dan mengembangkan kepribadian
peserta didik melalui intraksi yang dilakukannya di kelas dan luuar kelas; b) Guru
hendaknya diberikan hak penuh (hak mutelak) dalam melakukan penilaian
(evaluasi) proses pembelajaran, karena dalam masalah kepribadian atau karakter
peserta didik, guru merupakan pihak yang paling mengetahui tentang kondisi dan
perkembangannya; c). Guru hendaknya mengembangkan sistem evaluasi yang lebih
menitikberatkan pada aspek afektif, dengan menggunkan alat dan bentuk penilaian
essay dan wawancara langsung dengan peserta didik. alat dan bentuk penilaian
seperti itu, lebih dapat mengukur karakteristif setiap peserta didik, serta
mampu mengukur sikap kejujuran, kemandirian, kemampuan berkomunikasi, struktur
logika, dan lain sebagainya yang merupakan bagian dari proses pembentukan
karakter positif. Ini akan terlaksana dengan lebih baik lagi apabila didukung
oleh pemerintah selaku penentu kebijakan.
Konsep atau garis besar isi materi pendidikan karakter harus mampu
menunjukkan kekhasan ciri-ciri atau jati diri bangsa Indonesia dalam mewujudkan
Indonesia emas 2020. Karena ditahun 2020 banyak orang
berharap Indonesia memiliki 7 karakter Budi Utama (jujur, tanggung jawab,
visioner, disiplin, kerjasama, adil, peduli) dan berlandaskan empat pilar
bangsa, yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
Biodata Penulis
A.
Identitas Diri
1
|
Nama Nama Lengkap
|
Faisal
Hidayatullah
|
2
|
Jenis Kelamin L/P
|
L
|
3
|
Program Studi
|
S1
Ilmu Hukum
|
4
|
NIM
|
14040704057
|
5
|
Universitas
|
Universitas
Negeri Surabaya (UNESA)
|
6
|
Tempat dan Tanggal Lahir
|
Jepara, 25 Juni 1996
|
7
|
E-mail
|
|
8
|
Nomor Telepon/HP
|
08990724494
|
Artikel ini dibuat
dalam rangka mengikuti Lomba Artikel Ilmiah "Peran Guru Dalam Membangun
Karakter Bangsa" yang diselenggarakan oleh Generasi Mahasiswa Ilmiah
(Gemail) UMN Al-Washliyah