Guru pembangun karakter tanpa corak liberalistik




 Oleh: Siti Hajar
 
Sebagai usaha untuk meningkatkan mutu lulusan pendidikan tenaga kependidikan, direktorat jenderal pendidikan tinggi departemen pendidikan dan kebudayaan telah berupaya melakukan penyesuaian kurikulum pendidikan tenaga kependidikan yang berfokuskan kepada guru, sebab guru diibaratkan sebagai pilar utama atau proyek pembangunan yang harus dibangun sekokoh mungkin agar dapat menopang bangunan-bangunan yang lainnya. Hal ini melukiskan peran guru dalam pembelajaran yaitu membuat desain intruksional, menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, bertindak mengajar atau membelajarkan, mengevaluasi hasil belajar yang berupa dampak pengajaran sekaligus harus mampu menjadi supervisor dan inspirator yang sesuai dengan istilah  “GU =guguh”, “RU=tiru” yang intinya guru adalah seorang yang diguguh dan ditiru. Sedangkan siswa bertindak belajar.
Belajar, perkembangan dan pendidikan merupakan suatu peristiwa dan tindakan sehari-hari. Dari sisi siswa sebagai pelaku belajar dan dari sisi guru sebagai pembelajar, dapat ditemukan adanya perbedaan dan persamaan. Hubungan guru dengan siswa adalah hubungan fungsional, dalam arti pelaku pendidik dan pelaku terdidik. Guru adalah subjek pembelajar siswa yang dianggap mampu semua hal.
Belajar yang dihayati oleh seorang siswa ada hubungannya dengan usaha pembelajaran yang dilakukan oleh pembelajar (guru). Oleh karena itu guru seyogianya mengatur acara pembelajaran yang sesuai dengan fase-fase belajar siswa. Usaha guru mendinamisasikan belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan siswa menghadapi bahan belajar, penciptaan suasana belajar yang menyenangkan, mengoptimalkan media dan sumber belajar, dan memaksimalkan peran sebagai pembelajar. Dapat dikatakan bahwa pengajaran yang berhasil adalah juga belajar yang berhasil. Namun dewasa ini pengajaran yang berhasil tidak selalu  menghasilkan belajar yang berhasil. Ada beberapa hal yang menyebabkan permasalahan ini terus berulang diantaranya adalah karena sikap guru yang merasa bahwa dirinya sudah master dalam bidangnya jadi guru langsung menyampaikan materi atau bahan ajarnya kepada siswa alias otodidak tanpa melakukan persiapan sebelumnya yang sering kali menyebabkan guru kesulitan dalam membantu siswa mencapai hasil belajar yang optimal dan setiap kali ditanya mengapa tidak menyusun rencana pelaksanan pembelajaran dalam bentuk draft meraka menjawab sambil menunjukkan kepala seolah-olah rencana pelaksanaan pembelajaran itu sudah tersusun rapi diotak mereka padahal ada sebuah pribahasa mengatakan “sejelek-jeleknya tulisan itu lebih baik dari pada sebaik-baiknya ingatan”. Ditambah lagi dengan adanya istilah “guru killer” yang kerap sekali masuk kelas tanpa senyuman, mata menatap lurus kedepan,tangan kiri memegang buku dan tangan kanan memegang kayu dan langsung memulai pembelaran tanpa meyakinkan siswanya tentang pentingnya belajar. Padahal ini dapat mengurangi kesiapan siswa menghadapi materi atau bahan ajar yang akan disampaikan karena mungkin siswa masih memikirkan siapakah yang masuk ke kelas mereka? Benarkah ia seorang guru? Atau justru ia adalah malaikat maut?.
            Peran guru membentuk karakter bangsa adalah alasan mengapa guru harus melakukan perbaikan-perbaikan untuk profesinya dan menghilangkan istilah “guru killer” karena konteksnya guru bukan hanya sekedar pendidik tapi juga sekaligus pembimbing siswa kearah yang lebih baik. Guru sebagai pendidik dan pembimbing dalam belajar diharapkan mampu untuk mengenal dan memahami setiap siswa baik secara individual maupun kelompok, memberikan penerangan kepada siswa menangani hak-hak yang diperlukan dalam proses belajar, memberikan kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya, dan membantu setiap siswa dalam mengatasi masalah-maslah pribadi yang dihadapinya. Sesuai amanat konstitusi pendidikan nasional diabdikan untuk kepentingan masyarakat dalam konsep real education for all bukan justru menjadi pendidikan yang bercorak liberalistik.
            Para guru dengan otonomi mengajarnya bisa mengembangkan pola pendidikan berkarakter yang sesuai dengan kepentingan nasional. Serta menjadi pilar bagi pengembangan pendidikan dan lokal.
Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional, para guru juga  memiliki suara yang tegas dan insiratif, diantaranya beberapa elemen guru mendukung program peningkatan kualitas pendidikan yang berbasis kepentingan publik. Organisasi guru seperti PGRI misalnya dengan aksinya selalu konsisten mengawal pemenuhan amanat konstitusi dalam alokasi anggaran negara monimal 20% dari APBN.
Penyelenggaraan pendidikan hendaknya selalu dapat memberikan kesan yang baik terhadap masyarakat sehingga masyarakat akan selalu memberikan kepercayaan penuh, karena kepercayaan ini mutlak diperlukan oleh suatu profesi.

Artikel ini dibuat dalam rangka mengikuti Lomba Artikel Ilmiah "Peran Guru Dalam Membangun Karakter Bangsa" yang diselenggarakan oleh Generasi Mahasiswa Ilmiah (Gemail) UMN Al-Washliyah
Comments
0 Comments

0 komentar: