Oleh: Bustanul Muflih, S.Pd.I
Staf Pengajar MTsS
Jabal Rahmah Tpaktuan
Guru, makna etimologisnya adalah orang yang
pekejaannya mengajar (KBBI 2008). Mengajar adalah hal mulia yang sama halnya
dengan peran para nabi. Tuntutan peran yang hanya bisa dilakukan oleh orang
yang berisi berbagai macam kandungan kebaikan. Secara umum tentu kandungan
kebaikan yang dimaksud adalah ilmu dan amal. Keterpaduan dua hal itulah yang
menentukan mutu keguruan seorang guru, sehingga ia menjadi teladan karakter di
tengah masyarakat.
Secara sadar, setiap pribadi guru pasti mengetahui
menjadi seorang guru adalah jalan (thariqah) kemulyaan yang dapat mengantarkan
kepada keridhaan Tuhan. Masa depan anak didik menjadi taruhan, lebih luas lagi
masa depan bangsa, ia akan menjadi pelanjut kebaikan atau sebaliknya peramai
neraka. Pilihannya hanya ada dua, akan menjadi baik atau buruk. Maka guru tidak
bisa biasa mewajarkan keburukan dan memaklumi ketidakbaikan. Beratkah? Memang
berat bagi yang miskin keikhlasan.
Keguruan guru dalam konteks karakter bangsa tentu
memiliki peran penting. Sebagaimana disebutkan tadi, ilmu dan amal, dua hal
yang menentukan kualitas keguruan. Suatu ilmu terkait sebagai karakter atau
prilaku tidak bisa disampaikan melalui teknologi, betapapun modernnya zaman.
Karakter memerlukan pembinaan dari seorang panutan yang bisa digugu dan ditiru.
Untuk bisa digugu dan dianut ilmu tidak bisa berdiri sendiri, tentu memerlukan
subyek pengamal. Dalam hal inilah tentu semua sepakat sepanjang zaman suatu
bangsa tidak bisa mengabaikan peran penting guru.
Akan tetapi intregasi ilmu dan amal belumlah cukup
kokoh jika tidak dilandaskan pada dasar yang kuat. Tidak ada lain dasar yang
kuat adalah iman. Fakta sejarah membuktikan bangsa-bangsa yang diabadikan dalam
kitab suci, seperti ‘Ad, Tsamud, Madyan dan Sabak, maupun yang terdapat dalam
buku-buku sejarah mengalami kehancuran, dimulai dari rusaknya iman yang
termanifestasikan dalam berbagai karakter menyimpang.
Pendidikan nasional berfungsi mengusahakan
terbentuknya karakter bangsa serta peradaban yang bermartabat, serta bertujuan
mencetak manusia indonesia yang beriman dan bertakwa. Maka adalah suatu
kelaziman yang wajar sekaligus kewajaran yang lazim iman menjadi bagian
integritas guru, untuk juga ditanamkan dalam setiap diri anak didik. Hanya
dengan keterpaduan tiga hal: iman, ilmu, amal, guru dapat mengimplementasikan
trilogi pendidikan yang diajarkan Ki Hajar Dewantara, Bapak pendidikan nasional
kita, ing ngarsa sung tuladha in madya
mangun karsa tut wuri handayani. Arti dari trilogi pendidikan ini adalah:
Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan seorang guru harus memberi contoh), Ing Madya
Mangun Karsa (di tengah seorang guru harus menciptakan prakarsa), Tut Wuri
Handayani (dari belakang guru harus memberikan dorongan).
Aktualisasi ajaran Ki Hajar Dewantara di era global
ini untuk membentuk karakter bangsa sudah sangat mendesak diterapkan. Kalau itu
dilakukan akan meminimalisir berbagi tingkah laku yang bertentangan dengan
karakter budaya bangsa Indonesia. Perlu langkah bersama untuk mewujudkannya,
sehingga Indonesia menjadi bangsa yang berkarakter kuat.
Artikel ini dibuat
dalam rangka mengikuti Lomba Artikel Ilmiah "Peran Guru Dalam Membangun
Karakter Bangsa" yang diselenggarakan oleh Generasi Mahasiswa Ilmiah
(Gemail) UMN Al-Washliyah