Oleh
: Ardi Permana Putra
Universitas Muslim Nusantara (UMN) Al-Washliyah Medan
Karakter
dan integritas anak tidak lepas dari pengaruh pendidikan yang ia dapat.
Pendidikan dapat berupa pengalaman yang berasal dari latar belakang dimana ia
tinggal, interaksi dia dengan lingkungannya, dan pola asuh orang dewasa yang
mempengaruhi perkembangan kognitif dan mentalnya, dalam hal ini sekolah menjadi
rujukan untuk sianak, bagaimana ia dibina secara psikologi untuk mengembangkan
karakter yang dimiliki, dan memberikan wawasan ilmu pengetahuan sebagai bekal
dimasa depannya.
Pada
dasarnya manusia memiliki kemampuan luar biasa yang diberikan tuhan kepada
dirinya. Kemampuan-kemampuan tersebut pada awalnya terintegrasikan melalui
system koordinasi kompleks terpusat pada otak. Otak merupakan organ yang sangat
luar biasa dan menjadi titik penentu segala aktifitas manusia. Perlu diketahui
otak memiliki struktur morfologi dan fisiologi yang kompleks dan sangat rumit.
Otak terdiri dari otak bagian depan (cerebrum), otak kecil (cerebellum), batang
otak (brain stem), dan system limbik (istamar syamsuri, 2000: 103), otak
didalamnya mencakup 78% air, 10% lemak, 100 milyar sel neuron , 1 triliun sel
glial, 1000 triliun titik sambungan sinapti, 280 triliun memori (boby deporter,
1999: 89). Otak depan cerebrum terdiri dari otak belahan kiri dan otak belahan
kanan. Masing-masing belahan memiliki fungsi yang berbeda. Otak kiri berfungsi
dalam hal-hal yang berhubungan dengan logika, rasio, kemampuan menulis, dan
membaca, juga merupakan pusat menghitung (ilmu matematika). Otak kanan
berfungsi lebih kearah perkembangan emosional. Contohnya dapat dilihat dari
cara bersosialisasi, komunikasi, interaksi dengan manusia lain serta
pengendalian emosi. Pada otak kanan terletak kemampuan intuitif, kemampuan
merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh, seperti menyayangi, menari, melukis,
dan segala jenis kegiatan kreatif lainnya (bobby deporter, 1999: 69). Terlihat
sekali bahwa otak memiliki fungsi yang sangat luar biasa. Tidak hanya pusat
dari system saraf yang mengatur organ dan sistim fisiologis manusia, otak juga
menjadi pusat dari tingkah laku, kepribadian, dan menjadi pusat intelegensi
berdasarkan kempuan kognitif yang sesuai dengan bawaan lahir, minat, dan
pengalaman yang dialami dari interaksi terhadap lingkungannya.
Keseimbangan
kemampuan otak kiri dan otak kanan sangat diperlukan dalam perkembangan
kognitif, dan afektif peserta didik. bagian otak kiri yang memiliki sifat
berfikir kritis, rasional, logis, dan linguistic, dipadukan dengan otak kanan
yang memiliki fungsi emosi, kreativitas, dan intuisi akan melahirkan peserta didik
dengan kemampuan bebicara kemampuan menghitung, berpikir logis, dan nalar
disertai dengan karakter positif ditingkat pembelajaran dan kemampuan
sosialnya. Perkembangan dan kemampuan otak tidak lepas dari pengalaman dan
stimulus yang ia dapat, salah satunya adalah guru sebagai media pengajaran, apa
yang disampaikan guru dan apa yang disajikan guru dalam pola pembelajaran, akan
mendapat respon dari asosiasi yang diproses dari dalam pusat otak dan direspon
melalui karakter peserta didik tersebut.
Dalam
proses pendidikan guru seringkali menyajikan pembelajaran kearah dominansi otak
kiri, karena guru hanya memberikan stimulus dan diharapkan dapat direspon oleh
peserta didik, perlu diketahui bahwa manusia mempunyai dominansi otak kiri, dan
dominansi diotak kanan, mereka yang dominan otak kirinya, akan melemahkan
kemampuan otak kanannya begitu juga sebaliknya, guru yang seringkali
menggunakan pola pembelajaran berdasarkan dominansi otak kiri, menyebabkan
peserta didik yang dominan otak kanannya menjadi terbelakang, hal tersebut
merupakan kegagalan dari proses pembelajaran didialam kelas, karena guru gagal
dalam mencapai tujuan pembelajaran dari keseluruhan peserta didik, apa lagi
guru berasumsi bahwa peserta didik yang terbelakang dari pola pembelajaran yang
ia sampaikan memiliki kemampuan otak dibawah rata-rata. Hal ini bisa ditunjukan
dengan perhatian guru yang terfokus terhadap peserta didik yang dirasa tercapai
dalam pengajaran yang ia sajikan, sehingga peserta didik yang merasa
terbelakang tidak mempunyai harapan untuk berkembang. Perlu diperhatikan lagi
konsep evaluasi yang dikatagorikan
kedalam nilai-nilai dari hasil proses belajar, atau disebut tingkat
keaktifan belajar didalam kelas (ranking) juga mempengaruhi karakter peserta
didik, guru beranggapan bahwa peringkat yang paling rendah akan belajar dari
peringkat (ranking) teratas, padahal dalam kenyataannya, contohnya saya
sendiri. Peserta didik yang dirasa kemampuannya dibawah rata-rata dari
peringkat (rangking) dikelas, memiliki sifat pesimistis, apalagi dalam kelompok
belajar, orang-orang sekelilingnya yang
memiliki peringkat yang baik dikelasnya, menganggap bahwa apa yang dilakukan
dirinya tak akan memajukan kelompok belajar yang mendapat tugas dari guru,
ditambah lagi perhatian guru yang hanya terfokus kepada mereka-mereka yang
memiliki indeks prestasi didalam kelas yang lebih tinggi, memasung kemampuan
untuk ia berkembang Karena dia sudah menganggap bahwa tiada guna lagi ia
belajar, “toh, guru pastinya menganggap dia itu bodoh
Guru
yang hanya mengandalkan ujian sebagai hasil dari proses belajar, akan
menggagalkan pola pembelajaran yang selama ini ia sampaikan. Jika guru
memberikan stimulus bahwa ujian penentu dari hasil belajar, menghapal, dan
banyak mengerjakan soal dalam satu malam. Belajar kebut satu malam yang
dilakukan siswa merupakan pertanda bahwa pola pembelajaran yang guru berikan
telah gagal, ini menunjukan murid tidak tertarik dari metode pembelajaran yang
ia terima, dan sia-sia selama ini guru menyajikan atau memberikan metode
belajarnya, karena metode belajarnya tidak sesuai dengan minat dan tingkat
kemampuan otak dibagian belahan kanan dan kiri peserta didik.
Otak
adalah agen pengendali yang senantiasa aktif memilih dan memilah dari sekian
banyak kemungkinan tindakan untuk mengatur seluruh kehidupan organisme tinggi
melalui jalur-jalur komunikasi berdasarkan program-program tertentu (luria,
1973), itu berarti bahwa stimulus yang disampaikan tidak hanya direspon
langsung dari murid, tetapi terdapat proses asosiasi atau pemilahan informasi
didalam otak, sehingga stimulus yang diberikan dapat diterima ataupun tidak
diterima karena bagian otak dari proses pemilahan informasi, stimulus tersebut
kursng sesuai dari kemampuan otak yang ada.
Guru
sepaatutnya kreatif, karena otak manusia memiliki kemampuan integrasi sendiri
terhadap respon dari stimulus yang diberikan, sehingga guru tidak hanya
mengajar dari metode konvensional tetapi guru harus mengajar dengan pola
konstruktif, muridlah yang aktif dalam belajar bukan guru, guru hanya
membimbing dan menjadi fasilitator serta memberikan sajian yang meningkatkan
aspek auditori, visualisasi, disertai dengan psikomotorik peserta didik. Efektifitasnya, kelemahan kemampuan otak dibagian belahan kanan berangsur
membaik dan kemampuan otak kiri dan otak kanan dapat bersinergi
satu sama lain , pada tujuannya dapat melahirkan peserta didik dengan kemampuan
yang luar biasa. Pendekatan guru kepada murid secara pribadi juga akan
meningkatkan tingkat emosional yang baik, karena pada esensinya, pusat pada
system limbic akan merespon emosi, pengalaman sayang, kebaikan hati,
penghargaan dan peduli (Carlson,1994), sehingga murid memiliki rasa empati dan
simpati, karena dia merasakan pendekatan emosional dari gurunya.
Dalam
ini menjadi tugas untuk guru di masa depan, bahwa pada dasarnya minat dan
kemampuan siswa dapat dibina, asalkan dengan kemauan metode belajar yang siswa ingini. Jangan memaksa kehendaknya. Karena pada dasarnya manusia memiliki
kemampuan yang luar biasa.
Artikel ini dibuat
dalam rangka mengikuti Lomba Artikel Ilmiah "Peran Guru Dalam Membangun
Karakter Bangsa" yang diselenggarakan oleh Generasi Mahasiswa Ilmiah
(Gemail) UMN Al-Washliyah