merubah pola pikir mahasiswa dari Job seeker menjadi Job Maker


Sumber: Google (red)

Penulis: Fitria Ningsih
 
Indonesia adalah Negara yang memiliki jumlah penduduk yang tergolong besar. Dengan banyaknya pulau-pulau dan sumber daya alam yang ada di Indonesia seharusnya Indonesia bisa dikatakan sebagai Negara yang makmur, namun kenyataannya Indonesia masih tergolong dalam Negara berkembang. Hal ini disebabkan karena Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia masih relative rendah sehingga banyak Sumber Daya Alam (SDA) yang seharusnya dimanfaatkan oleh Indonesia tetapi malah dimanfaatkan oleh Negara lain. Dengan keadaan ekonomi masyarakat Indonesia yang mayoritasnya berpenghasilan menengah kebawah dan banyaknya pengangguran sehingga Indonesia masih jauh dari harapan untuk dikatakan sebagai Negara maju. Pengangguran atau tuna karya adalah islilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari pekerjaan, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran biasanya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau orang yang mencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran sering kali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah social lainnya. Ketiadaan pendapatan menyebabkan pengangguran harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang dapat menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk tehadap penganggur dan keluarganya. Dalam hal ini diperlukan adanya pelatihan kerja. Pelatihan ini sangat diperlukan karena masih banyak masyarakat bahkan sarjana meskipun jenjang pendidikan sudah tinggi namun pengalaman atau skill dalam dunia kerja masih sangat minim.
            Seorang sarjana yang tidak atau belum mendapatkan pekerjaan disebut dengan  pengangguran terdidik. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah pengangguran terdidik di Indonesia masih cukup tinggi untuk jenjang universitas pada tahun 2013 tercatat sebesar 421.717. Zaman sekarang seorang terdidik yang mempunyai kompetensi dan kecerdasan tidak sedikit gagal dalam mendapatkan pekerjaaan. Pendidikan yang tinggi dan kemampuan akademik yang dimiliki oleh seorang sarjana ternyata tidak serta-merta menjadikan dirinya mudah mendapat pekerjaan. Justru gelar kesarjanaannya kadang dianggap tembok penghalang untuk mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengan bidang kesarjanaannya. Misalnya saat ada sarjana universitas dengan perdikat cumlaude ternyata bekerja sebagai loper koran, kuli, atau pembantu rumah tangga pasti masyarakat disekitarnya akan melakukan bulliying atas pekerjaan seperti itu. Masyarakat pasti akan berpendapat bahwa seorang sarjana seharusnya bekerja sesuai dengan ruang lingkup kesarjanaannya. Bekerja di kantor atau perusahaan-perusahaan, menjadi PNS, dan sebagainya. Tanggapan seperti ini menjadikan seorang sarjana semakin tertekan dan mempersempit ruang lingkup lapangan  pekerjaan. Wajar saja jika pada saat lowongan pekerjaan sebagai PNS dibuka, perbandingan antara peminat dengan kapasitas yang tersedia sangat tidak masuk akal. Dampak negatifnya, penerimaan PNS menjadi ajang bisnis illegal para calo. Selain itu, banyaknya praktik social di perguruan tinggi di Indonesia yang lebih mementingkan nilai akademik dibanding aspek-aspek soft skill. Mahasiswa yang rajin masuk kelas, on time mengumpulkan tugas, dan bisa mengerjakan soal ujian akan diganjar dengan nilai bagus bahkan sangat bagus serta mendapat pujian, meskipun mahasiswa itu tidak mempunyai kemampuan soft skill. Misalnya saja dalam hal menulis. Menulis adalah kemampuan soft skill yang idealnya dimiliki oleh setiap lulusan perguruan tinggi, tapi justru diabaikan begitu saja. Akhirnya, kampus hanya menjadi ajang kompetensi untuk mengejar nilai, bukan mendidik mahasiswa untuk mempunyai keahlian dan keterampilan yang tinggi serta memiliki jiwa kepemimpinan. Para lulusan perguruan tinggi juga lebih suka memilih untuk menunggu pekerjaan apa yang mereka anggap cocok dengan pendidikan mereka dan menolak untuk  bekerja dibidang lain, terutama jika bayarannya dibawah standar yang mereka inginkan. Sebagian besar perguruan tinggi hanya terfokus untuk melahirkan lulusan-lulusan sebagai pencari pekerjaan dan bukan sebagai pencipta lapangan pekerjaan. Padahal sebagai lulusan yang siap bersaing, mereka juga memerlukan keahlian lain diluar bidang akademik yang mereka kuasai sehingga memiliki nilai jual lebih dibandingkan lulusan-lulusan lain.
            Dari uraian diatas, diharapkan untuk setiap mahasiswa tidak hanya menekuni kompetensi akademik dibidangnya saja tetapi mengembangkan kemampuan yang ada dan mempelajari sesuatu diluar bidangnya. Disetiap perguruan tinggi baik negeri maupun swasta pasti ada organisasi-organisasi dan disarankan agar mahasiswa dapat mengikuti organisasi tersebut untuk mempelajari sekaligus melatih kemampuan yang dimiliki mahasiswa sehingga seorang mahasiswa tidak hanya memiliki hard skill tetapi juga memiliki soft skill yang menjadi nilai lebih. Asalkan mahasiswa tersebut dapat menyeimbangi antara akademik dan organisasi. Hampir seluruh mahasiswa jika ditanya apa yang dilakukan setelah selesai kuliah maka kebanyakan mahasiswa akan menjawab mencari pekerjaan. Pemikiran seperti inilah yang dianggap salah karena zaman sekarang susah mencari pekerjaan. Para sarjana yang sudah bertahun-tahun tamat saja masih banyak yang belum mendapatkan pekerjaan apalagi para sarjana yang baru tamat. Tetapi mahasiswa tidak boleh putus asa dan tidak mau kuliah, hanya saja sedikit mengubah pemikiran yaitu tidak mencari pekerjaan tetapi menciptakan lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi pengangguran di Indonesia. Selain itu berwirausaha juga sekarang ini menjadi solusi terbaik dalam mengatasi banyaknya pengangguran karena selain dapat menciptakan lapangan pekerjaan juga dapat membantu orang lain dan bila usahanya maju dapat menyerap semakin banyak tenaga kerja sehingga dapat membantu lebih banyak orang. Dalam berwirausaha tidak diperlukan pendidikan yang tinggi melainkan modal. Sekarang ini program berwirausaha sangat didukung pemerintah dengan disediakannya badan-badan peminjaman modal seperti koperasi yang menyediakan modal bagi wirausahawan.
Penulis adalah peserta Open Recruitment (Oprec) Gemail UMN Al-Washliyah yang merupakan mahasiswa jurusan Farmasi semester I UMN Al-Washliyah

Comments
0 Comments

0 komentar: